Tak Jemu-Jemu Berdoa
Ayat bacaan: Lukas 18:1
====================
"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu."
Berdoa sekedarnya, begitu tidak dikabulkan lantas berhenti dan menuduh Tuhan tidak peduli atau bahkan tidak ada. Itu menjadi kebiasaan banyak orang, terlebih di jaman sekarang ketika semuanya menuntut hal-hal yang instan, mudah dan cepat. Doa dianggap sebagai sarana meminta yang harus dikabulkan, atau kalau tidak maka Tuhan bersalah. Bagi mereka Tuhan tak ubahnya seperti kopi instan 3 in 1 yang hanya tinggal diseduh air panas langsung jadi. Kita mungkin bisa belajar dari kegigihan seorang anak dalam meminta sesuatu yang pada akhirnya membuat orang tuanya menyerah dan mengabulkan permintaan mereka. Bukan lewat merengek-rengek tentu, karena itu biasanya tidak akan membawa hasil kecuali mendapat teguran atau dimarahi orang tuanya, tapi lewat wajah mereka yang polos dan penuh harap atau lewat usaha-usaha yang mampu membuat hati orang tuanya luluh. Begitu sayangnya kepada anak, orang tua biasanya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengabulkan permintaan anaknya. Apalagi jika apa yang mereka minta merupakan sesuatu yang penting, tentu orang tua akan lebih mati-matian lagi berusaha memenuhinya.
Dalam menghadapi masalah dan mengharapkan pertolongan Tuhan, seberapa besar kesabaran kita untuk berharap kepadaNya? Seperti yang sudah sering saya sampaikan, seringkali ketidaksabaran ini menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk menikmati janji-janji Tuhan. Awalnya mungkin kita berdoa dengan rajin, tapi ketika jawaban tidak kunjung datang secepat yang kita kehendaki, intensitas doa pun menurun drastis hingga akhirnya sampai ke titik nadir alias berhenti total. Sebagian orang akan segera mencari alternatif-alternatif lain akibat merasa kecewa kepada Tuhan. Sulit bagi mereka untuk bersabar dengan menerima kenyataan bahwa waktunya Tuhanlah yang terbaik, lebih baik dari apa yang baik menurut kita, dan Tuhan sudah berjanji untuk sediakan segala yang terbaik itu kepada kita semua. Waktu yang terbaik menurut kita hanyalah berpusat pada pandangan kita pribadi, dimana waktunya Tuhan tidak lagi punya nilai apa-apa disana. Sebagian orang malah hanya menganggap doa seperti mengirim paket permintaan semata. Ada perlu baru berdoa, jika semua berjalan sesuai keinginan, maka doa pun selesai. Padahal lebih dari apapun, doa merupakan sarana bagi kita untuk berhubungan dengan Tuhan. Semakin rajin kita berdoa, hubungan kita akan semakin dekat, kita pun akan semakin peka terhadap suaraNya. Itu akan sangat bermanfaat baik buat hidup kita saat ini maupun yang kekal nanti.
Akan hal ini, Yesus memberikan sebuah perumpamaan menarik mengenai kekuatan dari ketekunan berdoa seperti yang tertulis dalam Lukas 18:1-8. Perikop ini dibuka dengan kalimat berikut: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Yesus mengambil perumpamaan tentang seorang janda, sosok yang lemah dan sering digambarkan sebagai figur yang tertindas, hidup susah dan diperlakukan tidak adil di dalam Alkitab, dan seorang hakim yang lalim. Dalam kisah ini, seorang janda diceritakan terus memohon kepada hakim yang lalim agar berkenan membela haknya. (ay 3). Sementara hakim dalam kisah ini bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan mempunyai sikap arogan yang tidak menghormati siapapun. Sesuai dengan gambaran pribadi si hakim, sudah tentu ia menolak mentah-mentah permohonan janda ini. Tapi lihatlah kegigihan si ibu janda. Ia tidak jemu-jemu mendatanginya dan memohon, dan akhirnya ia berhasil meluluhkan hakim yang lalim itu. Dan Yesus pun berkata, "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!"(ay 6). Jika hakim yang lalim saja bisa luluh terhadap permohonan tidak jemu-jemu, dan pada akhirnya mau mengabulkan permintaan si janda, masakan Tuhan yang begitu penuh kasih setia, begitu mengasihi kita manusia ciptaanNya sendiridan menganggap kita begitu istimewa tidak mendengarkan seruan kita? "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (ay 7). Tuhan yang penuh kasih dan adil akan selalu mengulurkan tanganNya, bukan mengulur-ulur waktu, untuk menolong kita anak-anakNya yang siang dan malam berseru kepadaNya dengan tidak jemu-jemu. Tuhan tidak bakal dan tidak akan pernah mengulur-ulur waktu untuk menolong kita.
Tuhan selalu menepati janjiNya. Itu pasti. Yang sering jadi masalah justru karena seringkali kita memandang hanya berdasarkan apa yang terbaik menurut kita sendiri saja, bukan kepada apa yang terbaik menurut Tuhan. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Apa yang Tuhan Yesus ajarkan lewat perumpamaan tadi begitu jelas. Mari kita lihat sekali lagi ayat bacaan hari ini: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Yesus mengajarkan bagaimana kuasa doa, bagaimana kita sebagai anak-anak Allah sebaiknya terus berdoa siang dan malam dengan tidak jemu-jemu, tanpa putus asa, tanpa pupus pengharapan. Paulus dalam beberapa kesempatan menunjuk pada doa yang terus dilakukan siang dan malam dengan sungguh-sungguh. Salah satu contoh adalah ketika Paulus menyatakan betapa ia terus berdoa siang dan malam dalam kerinduan untuk bertemu dengan para jemaat di Tesalonika dan melayani mereka. (1 Tesalonika 3:10).
Berdoa dengan tidak jemu-jemu, doa yang dipanjatkan terus menerus siang dan malam bukanlah berarti doa harus terus kita ulang-ulang atau bertele-tele. Bukan pula dengan cara-cara memaksa. Hal berdoa diajarkan dengan jelas oleh Yesus sendiri dalam Matius 6:5-15, dan hendaknya itu menjadi acuan kita. Bukan karena banyaknya kata-kata, keindahan rangkaian kata dalam doa, tapi doa yang disertai iman lah yang penting. Bukan pula doa yang hanya dilakukan karena ada permintaan dan kebutuhan, menjadikan doa sebagai paket berisi wishlist atau daftar permintaan, tapi dasarkan doa sebagai sarana bagi kita untuk membina keintiman hubungan dengan Tuhan. Sejauh mana kita mampu bergantung dan mau mengandalkan Tuhan, itu akan terlihat dari kesetiaan kita dalam berdoa. Dalam Roma kita diingatkan agar senantiasa "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Bertekun dalam doa, tidak jemu-jemu, siang dan malam, tidak akan pernah berakhir sia-sia. Ada kalanya jawaban Tuhan tidak akan segera datang. Mungkin waktunya belum tepat, mungkin Tuhan ingin menguji keteguhan dan ketekunan kita, tapi pada saatnya, Tuhan akan menolong dan memberkati kita sesuai janji-janjiNya. Karena itu, hindarilah ketidaksabaran yang bisa mengarahkan kita kepada rupa-rupa kesesatan ketika kita memilih untuk mencari alternatif atau jalan pintas yang bisa membinasakan. Adalah jauh lebih penting untuk membina hubungan karib dengan Tuhan, dan sarana untuk itu adalah melalui doa. Bertekunlah berdoa. Jangan jemu-jemu. "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).
Jangan pernah jemu untuk berdoa, karena pada saatnya Tuhan pasti bertindak
====================
"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu."
Berdoa sekedarnya, begitu tidak dikabulkan lantas berhenti dan menuduh Tuhan tidak peduli atau bahkan tidak ada. Itu menjadi kebiasaan banyak orang, terlebih di jaman sekarang ketika semuanya menuntut hal-hal yang instan, mudah dan cepat. Doa dianggap sebagai sarana meminta yang harus dikabulkan, atau kalau tidak maka Tuhan bersalah. Bagi mereka Tuhan tak ubahnya seperti kopi instan 3 in 1 yang hanya tinggal diseduh air panas langsung jadi. Kita mungkin bisa belajar dari kegigihan seorang anak dalam meminta sesuatu yang pada akhirnya membuat orang tuanya menyerah dan mengabulkan permintaan mereka. Bukan lewat merengek-rengek tentu, karena itu biasanya tidak akan membawa hasil kecuali mendapat teguran atau dimarahi orang tuanya, tapi lewat wajah mereka yang polos dan penuh harap atau lewat usaha-usaha yang mampu membuat hati orang tuanya luluh. Begitu sayangnya kepada anak, orang tua biasanya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengabulkan permintaan anaknya. Apalagi jika apa yang mereka minta merupakan sesuatu yang penting, tentu orang tua akan lebih mati-matian lagi berusaha memenuhinya.
Dalam menghadapi masalah dan mengharapkan pertolongan Tuhan, seberapa besar kesabaran kita untuk berharap kepadaNya? Seperti yang sudah sering saya sampaikan, seringkali ketidaksabaran ini menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk menikmati janji-janji Tuhan. Awalnya mungkin kita berdoa dengan rajin, tapi ketika jawaban tidak kunjung datang secepat yang kita kehendaki, intensitas doa pun menurun drastis hingga akhirnya sampai ke titik nadir alias berhenti total. Sebagian orang akan segera mencari alternatif-alternatif lain akibat merasa kecewa kepada Tuhan. Sulit bagi mereka untuk bersabar dengan menerima kenyataan bahwa waktunya Tuhanlah yang terbaik, lebih baik dari apa yang baik menurut kita, dan Tuhan sudah berjanji untuk sediakan segala yang terbaik itu kepada kita semua. Waktu yang terbaik menurut kita hanyalah berpusat pada pandangan kita pribadi, dimana waktunya Tuhan tidak lagi punya nilai apa-apa disana. Sebagian orang malah hanya menganggap doa seperti mengirim paket permintaan semata. Ada perlu baru berdoa, jika semua berjalan sesuai keinginan, maka doa pun selesai. Padahal lebih dari apapun, doa merupakan sarana bagi kita untuk berhubungan dengan Tuhan. Semakin rajin kita berdoa, hubungan kita akan semakin dekat, kita pun akan semakin peka terhadap suaraNya. Itu akan sangat bermanfaat baik buat hidup kita saat ini maupun yang kekal nanti.
Akan hal ini, Yesus memberikan sebuah perumpamaan menarik mengenai kekuatan dari ketekunan berdoa seperti yang tertulis dalam Lukas 18:1-8. Perikop ini dibuka dengan kalimat berikut: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Yesus mengambil perumpamaan tentang seorang janda, sosok yang lemah dan sering digambarkan sebagai figur yang tertindas, hidup susah dan diperlakukan tidak adil di dalam Alkitab, dan seorang hakim yang lalim. Dalam kisah ini, seorang janda diceritakan terus memohon kepada hakim yang lalim agar berkenan membela haknya. (ay 3). Sementara hakim dalam kisah ini bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan mempunyai sikap arogan yang tidak menghormati siapapun. Sesuai dengan gambaran pribadi si hakim, sudah tentu ia menolak mentah-mentah permohonan janda ini. Tapi lihatlah kegigihan si ibu janda. Ia tidak jemu-jemu mendatanginya dan memohon, dan akhirnya ia berhasil meluluhkan hakim yang lalim itu. Dan Yesus pun berkata, "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!"(ay 6). Jika hakim yang lalim saja bisa luluh terhadap permohonan tidak jemu-jemu, dan pada akhirnya mau mengabulkan permintaan si janda, masakan Tuhan yang begitu penuh kasih setia, begitu mengasihi kita manusia ciptaanNya sendiridan menganggap kita begitu istimewa tidak mendengarkan seruan kita? "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (ay 7). Tuhan yang penuh kasih dan adil akan selalu mengulurkan tanganNya, bukan mengulur-ulur waktu, untuk menolong kita anak-anakNya yang siang dan malam berseru kepadaNya dengan tidak jemu-jemu. Tuhan tidak bakal dan tidak akan pernah mengulur-ulur waktu untuk menolong kita.
Tuhan selalu menepati janjiNya. Itu pasti. Yang sering jadi masalah justru karena seringkali kita memandang hanya berdasarkan apa yang terbaik menurut kita sendiri saja, bukan kepada apa yang terbaik menurut Tuhan. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Apa yang Tuhan Yesus ajarkan lewat perumpamaan tadi begitu jelas. Mari kita lihat sekali lagi ayat bacaan hari ini: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Yesus mengajarkan bagaimana kuasa doa, bagaimana kita sebagai anak-anak Allah sebaiknya terus berdoa siang dan malam dengan tidak jemu-jemu, tanpa putus asa, tanpa pupus pengharapan. Paulus dalam beberapa kesempatan menunjuk pada doa yang terus dilakukan siang dan malam dengan sungguh-sungguh. Salah satu contoh adalah ketika Paulus menyatakan betapa ia terus berdoa siang dan malam dalam kerinduan untuk bertemu dengan para jemaat di Tesalonika dan melayani mereka. (1 Tesalonika 3:10).
Berdoa dengan tidak jemu-jemu, doa yang dipanjatkan terus menerus siang dan malam bukanlah berarti doa harus terus kita ulang-ulang atau bertele-tele. Bukan pula dengan cara-cara memaksa. Hal berdoa diajarkan dengan jelas oleh Yesus sendiri dalam Matius 6:5-15, dan hendaknya itu menjadi acuan kita. Bukan karena banyaknya kata-kata, keindahan rangkaian kata dalam doa, tapi doa yang disertai iman lah yang penting. Bukan pula doa yang hanya dilakukan karena ada permintaan dan kebutuhan, menjadikan doa sebagai paket berisi wishlist atau daftar permintaan, tapi dasarkan doa sebagai sarana bagi kita untuk membina keintiman hubungan dengan Tuhan. Sejauh mana kita mampu bergantung dan mau mengandalkan Tuhan, itu akan terlihat dari kesetiaan kita dalam berdoa. Dalam Roma kita diingatkan agar senantiasa "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Bertekun dalam doa, tidak jemu-jemu, siang dan malam, tidak akan pernah berakhir sia-sia. Ada kalanya jawaban Tuhan tidak akan segera datang. Mungkin waktunya belum tepat, mungkin Tuhan ingin menguji keteguhan dan ketekunan kita, tapi pada saatnya, Tuhan akan menolong dan memberkati kita sesuai janji-janjiNya. Karena itu, hindarilah ketidaksabaran yang bisa mengarahkan kita kepada rupa-rupa kesesatan ketika kita memilih untuk mencari alternatif atau jalan pintas yang bisa membinasakan. Adalah jauh lebih penting untuk membina hubungan karib dengan Tuhan, dan sarana untuk itu adalah melalui doa. Bertekunlah berdoa. Jangan jemu-jemu. "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).
Jangan pernah jemu untuk berdoa, karena pada saatnya Tuhan pasti bertindak